Kanal Telegram kelompok militan Palestina, , kebanjiran pengikut alias follower usai melakukan serangan mendadak ke pada Sabtu (7/10).
Salah satu akun milik Brigade al-Qassam, unit bersenjata gerakan Hamas, di tempat tempat Telegram mengalami peningkatan pengikut hingga tiga kali lipat. Selain itu, akun yang digunakan mengalami peningkatan sepuluhan kali lipat dalam total keseluruhan penayangan video lalu konten lain yang mana mana dipostingnya.
Hamas dikategorikan sebagai organisasi terorisme asing oleh Amerika Serikat. Jika merujuk undang-undang internet Uni Eropa, media sosial besar sanggup menghadapi hukuman sebab menjadi tuan rumah bagi konten terorisme.
Raksasa teknologi seperti Meta lalu Google telah terjadi terjadi melarang akun Hamas. Namun Telegram, perusahaan yang mana yang didirikan oleh manusia pengusaha Rusia yang berbasis dalam Dubai, memutuskan untuk mengizinkan kelompok itu untuk terus menggunakan layanannya.
Sementara X, yang mana digunakan sebelumnya bernama Twitter, mengatakan dia juga melarang Hamas juga sudah terjadi menghapus “ratusan” akun yang digunakan yang berafiliasi dengan Hamas.
Kendati demikian, pekan lalu, Uni Eropa mengumumkan pihaknya membuka penyelidikan terhadap perusahaan hal yang terkait disinformasi kemudian konten ilegal tentang konflik Israel serta Palestina pada area platformnya.
Popularitas Telegram
Saluran Telegram milik Brigade al-Qassam mempunyai sekitar 200 ribu pengikut pada saat serangan terjadi.
Pengikut saluran ini kemudian meningkat tambahan tinggi dari tiga kali lipat, menurut analisis dari Laboratorium Penelitian Forensik Digital Atlantic Council.
Sebelum serangan, unggahan oleh saluran hal yang disebut dilihat rata-rata sekitar 25 ribu kali. Sekarang unggahan saluran hal hal itu dilihat lebih tinggi tinggi dari 300 ribu kali, meningkat lebih banyak banyak dari 10 kali lipat.
Saluran lain yang tersebut dimaksud mengunggah pesan video dari juru bicara Hamas mempunyai sekitar 166.000 pengikut sebelum tanggal 7 Oktober serta sekarang mempunyai tambahan dari 414.000 pengikut, menurut Memetica, sebuah perusahaan analisis ancaman siber.
Menurut pakar Trust and Safety Brian Fishman, Telegram menjadi populer pada kalangan kelompok-kelompok ekstremis internasional serta juga kelompok-kelompok sayap kanan di area dalam Amerika Serikat lantaran aturan moderasi kontennya yang mana mana sangat longgar.
Mengutip CNN, popularitas Telegram, yang dimaksud digunakan disebut miliki sekitar 800 jt pengguna, dalam AS mulai tumbuh setelah serangan pendukung Trump ke Gedung Kongres AS Januari 2021.
Para penyebar teori konspirasi pilpres mulai menggunakan sistem ini setelah dia dikeluarkan dari Facebook serta Twitter.
Fishman mengatakan meskipun pertumbuhan besar total total orang yang mana mana mengikuti akun Telegram Hamas mengkhawatirkan, bukan berarti semua orang adalah pendukung Hamas. Menurutnya, banyak pengikut yang tersebut merupakan jurnalis, peneliti, juga juga banyak lainnya.
Meski demikian, Fishman mengatakan Telegram dapat menjadi alat propaganda yang digunakan digunakan efektif.
“Saya pikir ini sangat memprihatinkan ketika sebuah kelompok dapat menyampaikan pesannya kepada orang-orang yang lebih tinggi tinggi luas.”
“Dan beberapa dari merekan akan menjadi pengganda kekuatan sebab merekan akan mengambil materi hal itu lalu merekan akan mengunggahnya pada wadah lain. Itulah model yang hal itu kita lihat dengan ISIS,” tandas dia.
Terlepas dari itu, Caitlin Chin-Rothmann, peneliti teknologi di tempat tempat lembaga kajian Center for Strategic and International Studies (CSIS), Washington, AS, mengungkapkan pada prinsipnya semua jaringan media sosial tak siap untuk menghadapi gempuran misinformasi era perang Hamas-Israel.
“Platform-platform media sosial tidaklah siap menangani membanjirnya konten palsu juga berbahaya seputar serangan Hamas,” tulisnya pada situs lembaga.
Ia mengungkap Hamas memanfaatkan kekacauan hal itu dengan memasang gambar-gambar kekerasan eksplisit pada tempat X kemudian Telegram, yang mengikuti tren organisasi-organisasi ekstremis sebelumnya.
Meski X mengaku memblokir beberapa akun yang digunakan yang berafiliasi dengan Hamas, Chin-Rothmann mengatakan banyak pengguna internet yang tersebut dimaksud mengunggah ulang gambar-gambar tersebut dan menyebar “dengan cara yang digunakan tambahan terdesentralisasi.”
“Untuk menghindari kekacauan lebih tinggi besar lanjut, perusahaan-perusahaan teknologi perlu meningkatkan algoritma moderasi konten secara signifikan, meningkatkan sistem pelaporan pengguna, memperluas kompetensi budaya kemudian bahasa, serta meningkatkan tingkat kepegawaian secara keseluruhan,” tandas dia.